Minyak Turun di Bawah 100 Dolar per Barel, Resesi Bisa Hambat Permintaan

Ilustrasi - Kilang minyak bumi. (Piqsels)

Editor: Yoyok - Jumat, 5 Agustus 2022 | 09:00 WIB

Sariagri - Harga minyak global terperosok pada penutupan Kamis (4/8) atau Jumat (5/8) pagi WIB ke level terendah sejak sebelum invasi Rusia ke Ukraina pada Februari. Ini terjadi karena pedagang ketar-ketir atas kemungkinan resesi ekonomi tahun ini yang dapat menghambat permintaan energi.

Minyak mentah berjangka Brent, patokan internasional, ditutup anjlok 2,66 dolar AS atau 2,75 persen menjadi 94,12 dolar AS per barel, posisi terendah sejak 18 Februari.

Sementara itu, patokan Amerika Serikat, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI), merosot 2,34 dolar AS atau 2,12 persen menjadi 88,54 dolar AS per barel, penutupan terendah sejak 2 Februari.

Penurunan harga minyak bisa menjadi bantuan bagi negara-negara konsumen besar termasuk Amerika Serikat dan negara-negara di Eropa, yang mendesak produsen untuk meningkatkan output guna mengimbangi pasokan yang ketat dan memerangi lonjakan inflasi.

Minyak melambung ke level lebih dari 120 dolar AS per barel pada awal tahun. Rebound permintaan yang tiba-tiba dari hari-hari tergelap pandemi Covid-19 bertepatan dengan gangguan pasokan yang berasal dari sanksi terhadap produsen utama Rusia atas invasinya ke Ukraina.

Aksi jual Kamis mengikuti lonjakan tak terduga dalam persediaan minyak mentah Amerika pekan lalu. Stok bensin, proksi bagi permintaan, juga menunjukkan peningkatan yang mengejutkan karena permintaan melambat di bawah beban harga bensin yang mendekati USD5 per galon, kata Badan Informasi Energi.

"Tampaknya pelemahan dari sesi Rabu menyusul permintaan bensin tersirat Amerika yang lebih lemah dari perkiraan, bersama dengan penerobosan level  technical support  pada Kamis, menyeret minyak lebih rendah," kata Giovanni Staunovo, analis UBS.

Prospek permintaan tetap dibayangi oleh meningkatnya kekhawatiran tentang kemerosotan ekonomi di Amerika Serikat dan Eropa, tekanan utang di negara-negara emerging market, dan kebijakan nol Covid-19 yang ketat di China, importir minyak terbesar dunia.

"Penembusan di bawah 90 dolar AS sekarang merupakan kemungkinan yang sangat nyata, yang cukup luar biasa mengingat betapa ketatnya pasar dan betapa sedikitnya ruang yang ada untuk meringankan itu," kata Craig Erlam, analis Oanda di London.

"Tetapi pembicaraan seputar resesi semakin keras dan jika itu menjadi kenyataan, kemungkinan akan mengatasi beberapa ketidakseimbangan."

Baca Juga: Minyak Turun di Bawah 100 Dolar per Barel, Resesi Bisa Hambat Permintaan
Harga Minyak Jatuh, Data Manufaktur Global Melemah Tekan Permintaan

Bank of England (BoE) menaikkan suku bunga, Kamis, dan memperingatkan tentang risiko resesi.

Kesepakatan OPEC Plus, Rabu, untuk menaikkan target produksinya sebesar 100.000 barel per hari (bph) pada September, setara dengan 0,1 persen dari permintaan global, dipandang beberapa analis sebagai  bearish  bagi pasar.

Menurut narasumber Reuters, Arab Saudi dan UEA, keduanya dedengkot OPEC , juga siap untuk melakukan "peningkatan signifikan" dalam output minyak jika dunia menghadapi krisis pasokan yang parah musim dingin ini.