Sambut Era Energi Terbarukan, Selamat Tinggal Energi Fosil

Editor: Dera - Jumat, 23 September 2022 | 16:15 WIB
Sariagri - Melihat pentingnya keberadaan energi bersih bagi masa depan Indonesia, pemerintah berupaya mempercepat pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT). Energi terbarukan merupakan sumber energi yang dapat dimanfaatkan secara terus menerus yang tersedia di alam.
Namun, masifnya penggunaan energi fosil membuat bumi seakan diracuni polusi, lingkungan menjadi rusak, serta meningkatnya emisi gas rumah kaca. Oleh karena itu, pengembangan energi terbarukan sangat penting untuk ditingkatkan dan terus digaungkan akhir-akhir ini.
Di sisi lain, meskipun Indonesia masih memiliki sumber daya energi fosil yang cukup banyak, namun jumlah itu tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan energi di masa depan.
Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto sempat mengemukakan bahwa minyak bumi yang dimiliki Indonesia sekitar 6,57 miliar barel atau hanya mampu bertahan selama 9,5 tahun, sementara gas bumi yang mencapai 100 triliun kaki kubik, hanya cukup untuk 30 tahun. Hal tersebut akan terjadi jika Indonesia tidak menemukan cadangan baru.
Situasi politik dan ekonomi global yang bergejolak dalam beberapa tahun terakhir telah menyebabkan harga energi naik signifikan, lantaran Indonesia hingga kini masih menjadi importir minyak dan elpiji. Gejolak harga minyak jelas menyebabkan masalah ekonomi yang luar biasa, salah satunya dampak dari kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi.
Transisi Energi Menuju Net Zero Emission
Transisi energi merupakan proses panjang yang harus dilakukan oleh negara-negara di dunia, tak terkecuali dengan Indonesia agar bisa menekan emisi karbon yang dapat menyebabkan perubahan iklim.
Kesepakatan dalam transisi energi bertujuan untuk menuju ke titik yang sama yaitu pemanfaatan energi bersih yang terus meningkat. Presiden Joko Widodo bahkan menyebut Indonesia akan mencapai Net Zero Emission (NZE) tahun 2060 atau lebih cepat.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif sempat menyampaikan bahwa sebagai perantara menuju NZE, energi fosil masih akan dimanfaatkan sebagai sumber energi sementara di Indonesia pada masa transisi energi.
Minyak, gas bumi dan batubara akan menjadi sumber energi perantara untuk transportasi sebelum digantikan dengan kendaraan listrik, sementara gas bumi dapat dimanfaatkan untuk energi transisi sebelum energi baru terbarukan (EBT) 100 persen di pembangkit listrik.
Nantinya, gas bumi akan berperan sebagai penopang bahan bakar pembangkit EBT yang masih intermitten dan mineral akan tetap digenjot terutama untuk proses hilirisasi.
Ke depan, pemerintah tengah melakukan pengurangan penggunaan batubara sebagai sumber energi dengan menggunakan teknologi CCS/CCUS (Carbon Capture, Utilizaton and Storage), pengembangan Dimethyl Ether (DME) pengganti elpiji serta peningkatakan nilau tambah mineral melalui hilirisasi di dalam negeri.
Menteri ESDM menjelaskan, emisi sektor energi Indonesia pada tahun 2021 sebesar 530 juta ton CO2e. Diperkirakan peak emisi terjadi sekitar tahun 2039 sebesar 706 juta ton CO2e. Emisi berkurang secara signifikan setelah tahun 2040 mengikuti selesainya kontrak pembangkit fosil.
Pada tahun 2060, emisi pada pembangkit adalah nol. Sementara tingkat emisi 2060 pada skenario NZE masih sebesar 401 juta ton CO2e yang berasal dari sisi demand, utamanya dari sektor industri dan transportasi.
Baca Juga: Sambut Era Energi Terbarukan, Selamat Tinggal Energi FosilOptimalisasi Energi Baru Terbarukan di Tengah Mahalnya Harga Minyak
Kini, Indonesia melalui Tim NZE Kementerian ESDM terus berupaya melakukan pendalaman roadmap melalui pendetailan dari sisi suplai dan demand, serta melakukan exercise untuk menentukan target penurunan emisi optimal dari sektor energi pada 2060.
Ya, energi baru terbarukan bukan pilihan tetapi keharusan, RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan terus didorong agar menjadi payung hukum bagi perkembangan ekonomi energi baru terbarukan di Tanah Air.