Pembatasan Harga Gas Alam di Uni Eropa Tuai Polemik

Ilustrasi pipa gas. (Foto: Pixabay)

Editor: Dera - Jumat, 25 November 2022 | 19:15 WIB

Sariagri - Beberapa negara anggota Uni Eropa kurang setuju dengan batasan harga gas alam yang diusulkan. Batas harga untuk gas alam sebesar 275 Euro per megawatt jam tersebut bertujuan untuk mencegah biaya yang sangat tinggi bagi konsumen.

Mengutip CNBC, pembatasan harga gas menjadi salah satu kebijakan yang kontroversial bagi Uni Eropa di tengah krisis energi setelah invasi Rusia ke Ukraina.

Ke-27 pemimpin Uni Eropa memberikan dukungan politik pada gagasan pembatasan harga gas alam pada akhir Oktober, setelah beberapa bulan berdiskusi. Tetapi, beberapa negara menuntut perlindungan konkret sebelum menyetujui aturan tersebut, sementara yang lain mengatakan batasnya terlalu tinggi.

"Batas harga pada tingkat yang diusulkan komisi sebenarnya bukan batas harga," kata Kostas Skrekas, Menteri Lingkungan dan Energi Yunani. 

“Jadi batas harga di 275 euro bukanlah batas harga, tidak ada yang bisa tahan membeli gas dengan harga mahal untuk waktu yang lama. Kami percaya bahwa batas harga seharusnya di bawah 200 euro, antara 150 dan 200 euro lebih realistis,” tambahnya.

Polandia, Yunani, Belgia dan Spanyol termasuk di antara negara-negara yang mendukung pembatasan harga. Sementara Belanda dan Jerman skeptis tentang manfaat dari tindakan tersebut. 

Jerman, pengguna gas terbesar di Eropa, memperingatkan pembatasan harga dapat membuat negara-negara berjuang untuk mengamankan pasokan energi di pasar gas internasional. 

Batasan harga gas alam dinilai sulit untuk diterapkan. Para menteri energi Uni Eropa akan bertemu untuk memperdebatkan pembatasan harga tersebut. 

"Ini akan menjadi pertemuan dengan orang-orang pemarah," kata seorang pejabat Uni Eropa, yang bekerja untuk salah satu negara anggota dan memilih untuk anonim. 

Baca Juga: Pembatasan Harga Gas Alam di Uni Eropa Tuai Polemik
Soal Transisi Energi, DPR: Pemerintah Tak Konsisten Manfaatkan Gas Bumi

Akibat krisis energi di Eropa, beberapa negara mulai kembali mengaktifkan pembangkit listrik tenaga batu bara. Lainnya mencari cara untuk memperluas produksi bahan bakar fosil, termasuk proyek-proyek baru di Afrika.

Tindakan-tindakan ini jauh dari janji negara-negara tersebut setahun yang lalu untuk mengendalikan bahan bakar fosil. Kemungkinan besar akan semakin meningkatkan emisi gas rumah kaca, setidaknya untuk sementara.