Berita Energi - Bauran EBT dalam patokan energi nasional tahun 2020 baru mencapai 11,31 persen.
SariAgri - Bauran energi baru terbarukan (EBT) dalam patokan energi nasional tahun 2020 baru mencapai 11,31 persen. Ini masih separuh dari target 23 persen di tahun 2025. Untuk itu, diperlukan strategi dan dukungan seluruh pihak untuk dapat mewujudkan target tersebut.
Direktur Jenderal EBTKE Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana, mengatakan saat ini momentum yang paling tepat untuk pengembangan EBT. Mengingat Indonesia harus melakukan transisi energi ke energi baru terbarukan. Apalagi, pengembangan EBT didukung oleh tren global, sedangkan dari sisi teknologi dan keekonomian EBT sudah tampak semakin murah.
"Ini saatnya untuk bertransisi energi ke EBT dan ini yang kami lakukan di Kementerian ESDM, yaitu melakukan secara smooth proses-prosesnya terhadap penyediaan energi, khususnya listrik ke masyarakat terus berjalan. Kemudian, investasinya terus berkembang dan target EBT serta penurusan emisi GRK secara cepat bisa kita kejar targetnya," kata Dadan.
Sebagai catatan, angka capaian bauran EBT di 2020 kurang lebih 11% atau lebih baik dibandingkan capaian di 2015 yang baru mencapai 5%. Artinya, dalam 6 tahun capaian bauran EBT naik dua kali lipat atau kira-kira 1% per tahun. Masih tersisa lima tahun mendatang untuk mengejar target bauran EBT ke level 23%.
Dadan menambahkan pihaknya mempelajari dari sisi peningkatan bauran EBT, pencapaiannya lebih banyak didukung oleh Bahan Bakar Nabati (BBN) di tahun 2016 dan semakin bertambah saat program mandatori B30 dilaksanakan.
Untuk pembangkit EBT sendiri tidak terlalu mendominasi, yakni di tahun 2015 kapasitas pembangkit EBT tercatat sebesar 8.500 MW, sedangkan di tahun 2020 terdapat penambahan kapasitas 2.000 MW dari EBT.
Baca Juga: Sumber Energi Masa Depan, EBT Bisa Jadi Objek Wakaf
3 Perusahaan Plat Merah Ikuti Program Sertifikasi ISO 50001
“Malah tahun kemarin hanya nambah 106 MW. Tahun lalu memang bisa dikecualikan karena ada pandemi. Kalau ingin mencapai level 23% di 2025, minimal setiap tahun harus tambah 2.000 MW untuk yang listrik dan nambah juga untuk biofuelnya serta juga co-firing pencampur batubara dengan biomassa yang lain," jelas Dadan.
Adapun beberapa langkah agar pemanfaatan EBT meningkat. Yaitu dengan cara substitusi, melalui peningkatan bahan bakar nabati di sektor-sekor yang masih belum menggunakan B30, dengan dorongan Presiden RI, program B30 akan dinaikkan menjadi B40 atau B50.
Substitusi lain juga dilakukan lewat program co-firing biomassa di PLTU batubara. Program ini, pembangkit tidak perlu menambah kapasitas dan tetap menggunakan mesin yang sama, tidak perlu menggunakan teknologi baru, serta bahan bakarnya yang ditambah dengan energi terbarukan seperti limbah dan sampah.
Kemudian, konversi energi primer fosil khususnya diesel atau termasuk batubara ke PLT EBT. Paling dekat, pemerintah bersama PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) memiliki program konversi PLTD ke PLT EBT.
Selanjutnya, pembangkit baru berbasis EBT akan ditambah setelah terjadi demmand baru, setelah keekonomiannya kembali normal, fokusnya pada penyediaan listrik yang murah dan bersih seperti PLTS.