Krisis Dorong Masyarakat Sri Lanka Gunakan Kayu Bakar untuk Masak

Editor: Putri - Rabu, 6 Juli 2022 | 13:40 WIB
Sariagri - Sri Lanka yang dulu relatif kaya, kini menderita akibat krisis ekonomi yang mengerikan. Krisis tersebut berujung dengan kekurangan segala sesuatu mulai dari obat-obatan hingga gas.
Berkurangnya pasokan bahan bakar dan gas membuat orang-orang kembali memasak dengan kayu bakar. Kembalinya orang-orang masak menggunakan kayu bakar dimulai pada awal tahun ketika lebih dari 1.000 dapur meledak di seluruh negeri.
Ledakan tersebut menewaskan sedikitnya tujuh orang dan melukai ratusan lainnya. Meledaknya gas diakibatkan pemasok ingin memotong biaya dan meningkatkan proporsi propana, yang meningkatkan tekanan ke tingkat yang berbahaya.
Tapi sekarang, bersamaan dengan hal lainnya di negara berpenduduk 22 juta orang itu, gas tidak tersedia atau terlalu mahal bagi kebanyakan orang. Beberapa orang mencoba beralih ke kompor minyak tanah, tetapi pemerintah tidak memiliki dolar untuk mengimpor minyak tanah bersama dengan bensin dan solar.
Bagi orang-orang yang memiliki kompor listrik juga percuma karena Pemerintah Sri Lanka memberlakukan pemadaman listrik yang lama karena tidak mampu mengimpor bahan bakar untuk generator.
Mengutip Straits Times, Rabu (6/7/2022), Sri Lanka dulunya adalah negara berpenghasilan menengah, dengan PDB per kepala sebanding dengan Filipina. Standar hidup di negara itu sempat membuat iri negara tetangganya yaitu India.
Tetapi dengan salah urus ekonomi dan industri pariwisata yang terpuruk akibat COVID-19, negara ini kehabisan dolar yang dibutuhkan untuk membayar sebagian besar impor.
Rasa sakit itu kemungkinan akan berlanjut untuk beberapa waktu, dengan Perdana Menteri Sri Lanka Ranil Wickremesinghe di Parlemen mengatakan: "Kita juga harus menghadapi kesulitan pada 2023. Ini adalah kebenarannya. Inilah kenyataannya."
Inflasi Sri Lanka tidak resmi sekarang berada di urutan kedua setelah Zimbabwe. PBB memperkirakan sekitar 80 persen orang tidak makan karena tidak mampu membeli makanan.
Sebelum krisis, hampir semua rumah tangga di Kolombo, Sri Lanka, mampu menggunakan gas, tetapi sekarang penebang kayu bernama Selliah Raja, melakukan perdagangan yang menderu.
"Sebelumnya kami hanya memiliki satu pelanggan, sebuah restoran yang memiliki oven berbahan bakar kayu. Tetapi sekarang kami memiliki begitu banyak pelanggan, kami tidak dapat memenuhi permintaan," kata Raja.
Dia mengatakan pemasok kayunya di provinsi-provinsi telah menaikkan harga dua kali lipat karena kenaikan tajam dalam permintaan dan melonjaknya biaya transportasi.
"Sebelumnya, pemilik tanah membayar kami untuk mencabut pohon karet yang tidak lagi produktif," kata penebang pohon bernama Sampath Suchhara.
"Hari ini, kita harus membayar untuk mendapatkan pohon-pohon ini," tambahnya.
Mencari kayu juga bisa berbahaya di hutan yang dipenuhi ular dan serangga. Pekan lalu, ayah tiga anak meninggal karena sengatan tawon di Sri Lanka tengah dan lainnya harus dirawat di rumah sakit.
Baca Juga: Krisis Dorong Masyarakat Sri Lanka Gunakan Kayu Bakar untuk MasakTransformasi PT Migas Hulu Jadi Migas Utama, Ini Kata Wagub Jabar
Permintaan juga melonjak untuk energi alternatif. Pengusaha bernama Riyad Ismail penjualan tungku kayu bakar berteknologi tinggi yang ia temukan pada 2008 meningkat.
Dia memasang kipas listrik bertenaga baterai kecil untuk meniupkan udara ke dalam tungku berbentuk tong untuk memastikan pembakaran yang lebih baik, sehingga mengurangi asap dan jelaga yang terkait dengan pembakar kayu bakar tradisional.